Pengalaman Mendampingi Murid Persiapan Berangkat FSJ ke Jerman
Selepas melakukan wawancara dengan calon atasan di tempat FSJ (Frewillige Soziales Jahr) atau sebut saja Tempat Kerja Sosial, senyumnya mengembang, membuat pipinya semakin merah merona. Rasanya lega, karena mengingat sebelumnya ia berjuang untuk ujian B1 Bahasa Jerman, setiap hari kirim lamaran FSJ, dan dari sekian banyak yang dilamar banyak yang ga sesuai harapan. Namun, berkat kak Aji, ada satu pintu yang terbuka untuk Meilia, dan dari kak Aji saya juga baru tahu bahwa buanyak orang Indonesia yang sudah duluan kerja di Sana, termasuk kakak kelas saya. Dunia sempit amat.
Mendampingi murid (Meil) yang mau ke Jerman itu harus bisa menguatkan, apalagi jika umurnya masih sangat muda, saat itu 17 menjelang 18 tahun. Apakah dia mau sabar menghadapi penolakan? Mau menerima jika proses ke Jerman bisa jadi lama? Apakah dia mau berbesar hati jika jalannya agak berbeda dari teman-temannya? Apakah dia didukung keluarga masalah finansial? Pertanyaan ini harus digali selama proses.
Setelah goal wawancara FSJ dan dipastikan dia mendapat Vertrag atau kontrak kerja, perjalanan lain yang harus dilalui adalah pembuatan VISA.
Mengurus VISA FSJ Jerman juga perlu ketelitian, dan tentu latihan wawancara di Kedutaan nanti. Bagian wawancara seharusnya bukan jadi momok, karena selama murid membuat Biodata dan menulis motivasi sendiri, ia bisa. Tugas guru selama mendampingi juga harus luwes dalam memberikan latihan wawancara. Latih juga pertanyaan sederhana yang tidak umum, contoh kamu naik apa ke Jakarta, berapa jam dari rumahmu, kamu nginep dimana, kamu makan apa.
Selain hal tersebut, pertanyaan utama juga terus ditanyakan, gali terus apa sih yang ia lakukan, dalami tujuannya. Murid ini punya inisiatif yang bagus, dia tidak belajar dari satu sumber, melainkan banyak sumber. Mulai dari masuk grup WA yang isinya orang-orang dengan tujuan sama, tanya pengalaman orang lain, dan yang pasti saling menguatkan dengan teman seperjuangan. Dalam hal ini, saya melihat usahanya yang baik.
Dia juga inisiatif untuk membikin Termin (janji) membuat VISA lebih awal, nah tapi pastikan dulu murid sudah pasti dapat Vertrag sebelum tanggal dimulai ya. 2024 akhir bikin janji, Februari 2025 dia dapat jadwal.
Sat Set Tapi Tetap Pakai Riset
Setelah melengkapi berkas untuk pengajuan VISA, seperti Paspor, Foto Biometris, Kontrak Kerja, CV, Surat Motivasi, Akta lahir teremahjan, bukti asuransi, dan teman-temannya, saya pikir semua akan aman. Entahlah, mungkin karena factor umur, saya menyamakan denga apa yang dulu saya alami. Heheh.
Itulah mengapa guru seperti saya ini harus mau belajar dan mengaktualisasi bacaan. Sempat lo, Meil ini menerjemahkan semua ijazah dan apostil, karena di Laman kedutaan Jerman sempat tersemat syarat itu. Sudah habis biaya lumayan, eh ternyata informasi itu tidak terpakai. Saya lalu cek-cek berita, ternyata iya. Solusinya, cek terus laman kedutaan Jerman.
Sebelum kebagian jadwal wawancara, Meil juga terus update informasi dari grup. Banyak yang mengabarkan dan memotivasi. Ada yang cerita sudah sampai kedutaan Jerman, tanpa babibubebo, ditolak disuruh pulang. Alasannya karena VERTRAG yang digunakan bukan asli, melainkan hanya dicetak warna dari Email. Pokoknya, VERTRAG yang digunakan adalah yang dikirim via POS.
Ada banyak cerita unik yang saya dengar dari Meil, ada yang ditolak karena surat motivasinya kurang jelas, ada yang surat magangnya tidak lengkap, dan ada yang disuruh mengirim ulang Vertrag atau surat keterangan karena gaji yang dicantumkan tidak sesuai dengan ketentuan. Hmmm, hal itu juga terjadi kepada Meil.
FYI : sebaiknya sebelum FSJ di Jerman, usahakan cari pengalaman praktik di Indonesia juga dan nanti dibuktikan dengan surat keterangan yang bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris atau Jerman.
Saya pun sempat sakit perut, sempat tanya ke salah satu guru yang sudah berpengalaman sering memberangkatkan muridnya untuk FSJ, dan makin meleret karena hal itu sedang marak terjadi. Katanya looo...
Apa yang kemudian kami lakukan? Segera menghubungi atasan FSJ dan diminta menunggu karena harus koordinasi terlebih dahulu. Untungnya, surat susulan ini bisa dikirim via email kedutaan saja tanpa harus kesana.
Apakah Meil langsung mendapat email balasan? Tidak juga. Bayangkan saja, jika surat harus dikirimkan paling lambat selasa, hari Jumat sore dia belum menerima apapun. Kami berusaha menelpon, tapi telat kantor sudah tutup. Hahaha, masih berharap surat akan dikirimkan senin. Namun, hal tak terduga terjadi, Meil dikirimi surat tersebut hari sabtu malam.
Ayem tapi Tetap bikin Dag Dig Dug
Rasanya ayem, ada harapan bahwa kedutaan kemudian memberikan kabar gembira. Baru mau bernafas lega, tiba-tiba Meil dikabari bahwa sohibnya yang juga pengajuan VISA ditolak karena suatu hal. Kebetulan ya, jadwal mereka ini hampir bareng, dan tentu ini memengaruhi pikiran Meil dan saya. Walau bukan saya yang pengajuan VISA, saya juga turut grogi mendengar ini.
Yang bisa kami lakukan saat itu adalah mencoba MELUPAKAN. Ya, karena semakin dipikirkan itu bikin gak enak. Kira-kira hampir seminggu setelah kejadian itu, Meilia tiba-tiba menelpon sambil menangis. Ketika melihat Namanya muncul di Layar telepon, pikiran saya komentar, “kejutan apa lagi ini yang harus didengar?”
“VISA approved” begitu inti dari kabarnya. Kebetulan karena tidak ada jadwal mengajar, saya segera ke Rumahnya untuk menangis bersama.
Sesampainya di Rumahnya, sang ibu sedang menemani putri kecilnya. Kami sempat ngobrol sambil sesekali saya mencoba mendoktrin beberapa hal, heheh, supaya sang Ibu tetap mendukung. Namun, tanpa hal itu sebenarnya, sang Ibu yang pikirannya terbuka ini, memberikan semangat luar biasa untuk Meil. “Kalau nanti Meilia sedih, kangen rumah, pingin berhenti, ingat perjuangan hampir dua tahun ini ya Meil.” Begitu katanya.
Jadi, Meil ini belajar bahasa dari Mei 2023, kemudian kami mulai kenal Oktober 2023 lewat perantara Frau Rhea, Maret 2024 Ujian B1, Juni 2024 dia dapat tempat FSJ, sampai akhirnya 2025 dia berangkat. Waktu yang tidak sebentar ya. Jika niat masih setengah-setengah, mungkin sudah mandeg di tengah-tengah juga.
Selama masa penantian, saya berusaha melibatkan Meil untuk ikut ketemu Native, masuk kelas, ngajar juga lo. Ah, senangnya melihat Meil di usia muda sudah mantab akan melakukan apa. Semoga ini jadi pengalaman hebat dan dia bisa kuat menjalani hari baru di Jerman. Manfaatkan kesempatan di Masa mudamu, kak.
Akhir kata, saya pribadi juga belajar banyak dari perjalanan ini. Walaupun rencana saya untuk kembali ke Jerman sempat tertunda karena kelahiran anak kedua (ada tawaran Stipendium yang bisa saya lamar), saya merasa sangat bahagia bisa mendampingi Meil. Saya berdoa dan berharap, semakin banyak murid lain yang memiliki kesempatan untuk meraih impian mereka di sana, menemukan jati diri, rezeki, dan jalan hidup yang terbaik. Viel Erfolg!"
Oh iya, satu hal lagi yang saya pelajari sebagai guru: jangan pernah merasa bahwa kita adalah satu-satunya orang yang berjasa dalam kesuksesan murid. Ingatlah, murid memiliki banyak potensi, usaha, dan jaringan. Jadi, jangan sampai mereka merasa berhutang budi kepada kita. Siapa kita ini? Ada Tuhan dan keluarga mereka yang selalu mendukung, dan tentu saja, mereka memiliki diri mereka sendiri untuk terus berkembang. Enak jadi guru yang bisa diajak berdiskusi, mau belajar, tidak merasa paling benar, tenang, mendukung, dan memberi kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kemampuan mereka. Semangat!"
0 Response to "Pengalaman Mendampingi Murid Persiapan Berangkat FSJ ke Jerman"
Post a Comment
Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D