Muda Berkarya, Tua Berdaya dan Bermakna!
Diminta jadi pembawa acara pensi di SMA saya dulu, termasuk tantangan, lho. Suasana baru dan yang pasti sudah banyak perbedaan dalam hal apapun. Waktu ditelpon untuk jadi MC pensi, saya sebenarnya agak berat, minta dijadikan alternatif terakhir saja dan seandainya tetap jadi saya punya syarat tersendiri.
"Meminta disediakan coklat 7 merk"
Hahaha! Tentu bukan itu, saya hanya minta partnernya siswa, bisa perempuan atau laki-laki. Pertimbangannya begini aja sih : ini akan acara siswa, jadi harus ada mereka, tentunya eheeem sebagai guru ini kesempatan untuk mendukung kemajuan siswa. Weh, serius? Iya, semenjak sering kolaborasi dengan anak muda, keinginan saya malah jadi lebih sederhana. Saya ingin kehadiran guru jadi jalan mereka untuk maju, menemukan panggungnya dan melesat jauh di atas guru-gurunya. Begitu pula yang terlihat dari mentor-mentor kehidupan saya. Harus lebih sering memberikan kesempatan pada siswa. Apalagi sebetulnya, siswa itu sudah punya bekal masing-masing, mereka membawa ilmu dari keluarganya.
Beri siswa jalan untuk tampil, jangan dihalangi |
Sebagai seorang yang beranjak tua, tapi jiwanya tetap muda hihi, ada hal yang saya simpulkan bahwa TAMPIL itu tidak selalu di depan, bisa ditengah atau belakang. Ya mirip seperti apa kata Ki Hajar Dewantara.
“ Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut wuri handayani,”.
Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, bahkan di belakang turut mendorong dan menuntun kemajuan siswa.
Betul ya? Dalam hal apapun, sebagai manusia harus menyadari bahwa regenerasi itu wajib adanya. Ada saatnya, menghormati orang lain dengan cara memberinya kesempatan. Hyahahahah. Lagi pula, sebagai anak yang dulu sering disuruh tampil, saya rasa memang hal baik itu akan terus dilanjutkan.
Namun, saya juga punya kok pengalaman, merasa tidak dianggap, tidak dihargai atau yang dulu saya inginkan, tidak didapat. Krisis percaya diri, pernah juuga. Sembuh sih, dan saya tidak ingin jadi orang yang membuat yang lain begitu. Semoga ya, aamiiin. Belajar untuk merasa cukup dan tidak serakah. Merelakan dan meyakini, bahwa estafet kepemimpinan itu wajib xixixix.
Dulu, guru saya, bu Dewi namanya, memberi banyak kepercayaan. Saya didampingi di awal, kemudian perlahan dilepas sendirian dalam beberapa kesempatan. Tidak hanya urusan MC saja, lebih dari itu. Dulu, saya juga pernah dilibatkan jadi supervisor untuk guru lain hihihi, sekolahnya beda pula, di saat status diri masih honorer. Bu Dewi, tidak merasa tersaingi dan menurut saya, bu Dewi ini sudah selesai dengan dirinya sendiri. Walau, umurnya masih muda,
Ada banyak lagi cerita-cerita baik lain yang mengilhami diri ini untuk terus belajar legowo. Bu Putu contohnya, memberi kesempatan saya untuk belajar mengajar. Duo pak Zuhri, menuntun saya dalam pembimbingan lomba. Pak Edi memberi kepercayaan saya untuk belajar memimpin. Tentu, ibu saya sendiri, mengarahkan saya dalam banyak hal.
Masih ada lagi, di Sekolah baru sekarang, bu Wiwik, memberi waktu untuk saya berubah dengan kesempatan mengajar bahasa Jerman di Sekolah yang tidak pernah ada bahasa Jerman sebelum ini xixi. Bu Shofi, mengajari saya untuk banyak membaca dan berpikir.
Saya ingin menjadi bagian dari itu. Memberi kesempatan orang untuk terus berkembang, tidak hanya di Kelas tapi di tempat tak terbatas. Bdw, di Kelas Jerman gimana? Jujur, memang masih cari formula, tapi boleh lah ditengok di @deutsch_smkn1mojosongo atau deutsch_sman2boyolali.
Intinya gitulah. Kalau siswa atau yang muda lebih bagus? Wah, ya harus. Berarti seniornya berhasil meng"kader". xixixixixiix
Dalam kehidupan sebenarnya, ya biar begitu, agar semua orang bisa berpikiran terbuka. Dunia ini memang bukan hanya tentang kita, tapi kita bisa ambil bagian walau hanya seupil.
Yang muda yang berkarya, yang tua tetap berdaya dan bermakna.
Terus belajar, semua! Termasuk bu guru xixixixixi!
Ditulis kebetulan untuk memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh 2 mei nanti.
0 Response to "Muda Berkarya, Tua Berdaya dan Bermakna!"
Post a Comment
Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D