Pengalaman Pakai Pompa Asi Elektrik Real Bubee
Menjadi tukang perah adalah pengalaman baru saya sebagai ibu yang bekerja dari 07.00-15.30 di Sekolah. Cooler bag, Ice Gel. pompa dan botol asi adalah bawaan wajib ketika jauh dari Mikhi. Semua yang terjadi dari awal mulai memerah sampai sekarang, si Mikhi hampir 24 bulan adalah pengalaman yang berharga.
Saya mulai mengenal dunia perah Air Susu Ibu (ASI) dengan
pompa ketika hamil 6 bulan. Saat itu saya sedang di Bandung untuk mengikuti
pelatihan untuk guru Bahasa Jerman. Mba Yenidha salah satu peserta yang menarik perhatian saya, karena
dia punya aktivitas unik, yaitu menitipkan ASI perahnya di Kulkas Hotel, lalu
jika sudah dirasa cukup perahan ASInya dikirim via paket ke Madiun.
Ha?
Ternyata ada ilmu tentang ASI yang harus saya pelajari toh dan
salah satunya adalah manajemen perah ASI.
Apa pompa yang akan saya gunakan? Pompa ASI manual atau
pompa ASI elektrik? Setelah melakukan riset dan terpengaruh rekan kerja, saya
pun memilih pompa ASI elektrik merk Real Bubee. Alasan sederhanya : harga
terjangkau dan sudah ada kawan yang menggunakan. Saya beli pompa ASI elektrik
Real Bubee via Shopee dengan harga 140 ribuan.
Wah ada pompa ASI elektrik dibawah 500rb ya?
Itu tanggapan saya ketika bertanya ke rekan kerja, karena
saya pikir semua pompa ASI elektrik itu mahal.
Kelebihannya selain harga adalah bentuk mesin yang mungil, jadi mudah dibawa. Saya masukkan mesin pompa dan kabelnya didompet ukuran sedang, lalu dimasukkan pada tas Asi bagian atas. Real bubee saya pernah rusak mesinnya dan perkiraan karena sering saya taruh di tas asi bagian atas, yang ternyata lumayan dingin. Kerusakan itu terjadi ketika umur alat 10 bulan, dan setelah beli baru dompet tempat mesinnya saya ganti yang lebih tebal.
Ciri khas Real Bubee menurut saya
ada di suaranya yang grok... grok kayak saya ngorok haha. Memang suaranya
keras, tapi ga masalah sih, bisa buat tanda bahwa saya lagi pompa. Solusinya,
tutup aja mesinnya pakai kain kalau memang agak terganggu.
Hasil perahnya bagaimana? Prima! Karena
latihan dan konsisten pumping, 600-800ml bisa saya dapat sekali perah. Bagi saya
itu adalah prestasi, jika membandingkan dengan bulan awal memerah yang hanya
10-20 ml dalam waktu satu jam. Kendala tentu saja ada, tapi saya terselamatkan
oleh suami, keluarga, mba Yenidha, rekan kerja, instagramnya olevelove dan rennatapranata,
serta Youtube Bu dr. Ameetha Drupadi.
ASI seret? Pernah. Dari yang
awalnya pompa Cuma 10 menit, lalu harus jadi bermenit-menit dan hanya bisa
mengumpulkan 100ml. Dikasih suplemen ASI (paling ngefek buat saya kelor cap
Momuung dan teh ABS) dan rajin pompa memang berefek, tapi ga bisa langsung
kayak sebelumnya.
Kapan waktu pompanya?
Ritme ini saya dapat setelah
praktik, saya pompa sebelum kerja jamnya bebas, mulai jam 02.00-07.00, waktu mana
yang senggang, saat baru bangun tidur saya akan berusaha pompa, walau resikonya
saya kadang telat atau masuk kelas. Saya akan sempatkan.
Pada istirahat pertama (10.00-10.15),
sambil atau setelah makan saya akan segera memerah ASI. Makanya saya dulu
jarang kumpul-kumpul, saya lebih memrioritaskan aktivitas baru ini, karena Mikhi
maunya memang ASI, dan kami sekeluarga memang berkomitmen untuk memberikannya. Saya
juga merasa bahagia, karena Sekolah memberikan kesempatan itu buat saya, dengan
mengizinkan untuk memerah dimanapun
(tempat lazim ya), dan perlakuan itu saya anggap support penting selama di
tempat kerja.
Bagi saya, tempat kerja ini
adalah tempat ramah ASI. Siswa pun mengerti dan mendukung, bahkan mereka tahu
jadwal pompa saya. Saat ada bimbingan lomba yang tidak bisa ganti waktu, saya
terang-terangan pompa didepan mereka (tentu saja pakai apron), karena saya
tidak mau kehilangan dua momen, bimbingan dan perah ASI. Bahkan, anak-anak ekstrakurikuler
kelompok Ilmiah Remaja (KIR) membuat penelitian mengenai ASI dan diikutkan
lomba (walau tidak dapat juara 1).
Pada jam kosong tidak ada jadwal
mengajar, juga saya gunakan untuk memerah. Nah, kalau memungkinkan saya akan
memerah pada saat istirahat kedua antara 11.45-12.00. Sebelum pulang biasanya
jam 15.15 saya juga akan memerah lagi, sedapatnya. Jadi sekitar 3-4x di Tempat
kerja. Ketika di Rumah, saya usahakan bisa memerah, sedapatnya waktu, karena ketika
saya sudah di Rumah, Mikhi akan lebih senang minum langsung dari sumbernya.
Pernah coba Pompa ASI lain?
Saya pakai pompa ASI jadul manual yang bentuknya seperti terompet
(saat awal coba perah ASI)
Pompa Asi tangan alias tanpa alat dan hasilnya lumayan juga
(pada bulan ke-10, karena pompa asi elektriknya rusak)
Dari pengalaman ini saya belajar, mau pompa ASI apapun yang
terpenting itu “person”nya, mau berusaha ga, mau meluangkan waktu, mau konsisten
dan mau belajar terus gak, karena toh pakai tangan aja bisa.
Ribet ga pakai pompa ASI elektrik Real Bubee?
Pakainya gak ribet, karena tinggal colok mesin ke sumber
listrik (biasanya saya pakai power bank). Hal ribet yang saya alami adalah
ketika mencuci dan mengeringkannya, perintilannya banyak woi, Hahaha! Corongnya,
valve, botol, botol tempat ASI... kalau sudah dicuci saya keringkan manual,
diangin-anginkan saja. Kalau belum kering? Saya lap pakai tisu khusus yang warna
cokelat muda atau tinggal saya masukkan Cooler Bag.
Saya pribadi merekomendasikan Real Bubee ini buat yang mau pompa ASI elektrik terjangkau, tapi kalau budget lebih ya pakai Spe c tra juga bisa. Apapun pompa ASI-nya, perah pakai tangan harus dilatih juga.
Sekian cerita saya menggunakan Real Bubee!
0 Response to "Pengalaman Pakai Pompa Asi Elektrik Real Bubee"
Post a Comment
Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D