Refleksi : Guru
Menjadi Guru baru dan
seumuran (hahahhaha) sama peserta didik itu enak enak ga enak. Ada yang
terang-terangan bilang kalau mereka merasa saya bukan bu Guru, tapi kakak
mereka. Ada yang gak mau panggil bu atau Frau, dan malah sengaja memanggil
dengan sebutan mbak. Kalo ditegur, mereka pura-pura lupa hahah. Sampai pernah,
beberapa Guru Senior mendengar sebutan itu dan segera meluruskan yang patut
diluruskan.
Itu awal-awal sih,
sekarang kalau mereka panggil mbak di dalam Kelas, saya yang pura-pura ga
denger. Kalo masih ngeyel, saya cukup bilang, “Panggil mbaknya kalau udah di
Luar Kelas.” Kalau mereka ramai, saya akan diam kalo ga pergi sebentar ke
Kantor. Sempat, saya benar-benar meninggalkan kelas, persis seperti apa yang
pernah dosen saya lakukan dulu. Sekarang, saya agak tahu maksudnya mengapa hal
semacam itu bisa saja terjadi.
Enaknya itu, mereka
bisa diambil hatinya, tapi ada saat dimana mereka berubah menjadi adik-adik
ngengkel yang Ya Allah Ya Robbi.
Namun, lama-kelamaan, melihat dan dilatih keadaan saya sangat bersyukur diberi
kepercayaan jadi Guru terutama di Kelas IPS.
http://www.bappenas.go.id/files/7314/8006/7654/GuruMuliaKarenaKarya_Presiden_001.png |
Kenapa
bersyukur bisa nyemplung di Kelas IPS (tempat saya bekerja)?
- Sebagai alumni anak IPS sewaktu SMA, saya gak begitu kaget dengan suasana yang menyenangkan itu. Aktif, ekspresif dan kadang-kadang gila.
- Dituntut menampilkan hal baru di Kelas. Karena mereka begitu ekspresif, akan sangat kentara sekali jika mereka bosan.
- Kadang-kadang, candaan kami nyambung. Lha dulu saya pernah nyoba ngelucu di Kelas IPA dan ga ada yang tahu maksudnya ahhahaha.
- Dituntut belajar terus, entah itu tentang bahasa Jerman, berita terkini, cara dandan, cara ini dan itu.
- Dituntut pandai mengontrol emosi.
0 Response to "Refleksi : Guru"
Post a Comment
Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D