Sahabat Yang Manis
Di tengah situasi hati
serta otak yang butuh santai, saya pun memacu motor di Jalanan kampung. Tujuan
saya tadi (14/10) adalah berbuuru siomay. Di
Kota saya, masih mudah menemukan penjual Siomay bergerobak dan bermotor.
Dimana ada orang nongkrong atau ibu-ibu, biasanya di
Situ mereka para Penjaja mudah ditemukan. Bisa juga mencari masjid yang
mengadakan TPA (Taman Pendidikan Alquran) untuk anak-anak.
Hari menjelang Surup.
Langit tak sebiru tadi siang. Kekasih saya sudah bilang, akan susah menemukan
penjaja Siomay jam segitu. Kata dia, penjual Siomaynya sudah pulang ke Rumah. Saya tahu, dia berkata demikian supaya dia tidak perlu
mengantar saya berkeliling memburu Siomay. Hahah.
Apa saya
pasrah saja dengan keadaan? Ya, tentu tidak. Saya harus
makan Siomay. Lha wong Siomay itu sebagai pralambang
rasa syukur saya. Gini, jadi dalam bulan ini banyak sekali acara yang menyita waktu santai saya. Merasa agak santai
setelah kerja, hari ini saya pun mencari hadiah untuk waktu luang ini.
Saya pun menyusuri
kampung sekalian nostalgia jaman SMA. Wih, rasa-rasanya baru kemarin ya saya
umur segitu. Hmm, pikiran saya terhenti melihat ada
kerumunan orang. Betul saja, mereka ini sedang antri beli Siomay. Siomay
ini dilumuri telur lalu digoreng. Gak Cuma Siomay, tapi ada tahu dan ususnya.
Terserah lah, yang penting itu Siomay. Saya pun hanyut dalam kerumunan itu.
Bahagia itu sederhana.
Berawal dari Siomay, saya sekarang bisa melayang nih. Tadi
waktu antri, ada gadis kecil manis yang memperhatikan saya sambil tersenyum.
Ia berjilbab dan tinggi. Umurnya sekitar 10 tahun. Dia menatap saya agak lama.
Saya menatap balik dan bertanya dalam hati, siapa ya ini. Mungkinkah dia?
Ahaaaa, tiba-tiba saya
ingat siapa dia. 8 tahun lalu dia adalah balita
kecil berponi yang mungil. Dia adek sohib saya. “Hai... pangling aku, kamu udah besar ya padahal dulu kecil mungil dan
rambutmu lucu.” Itu sapa saya spontan ke dia. Dia hanya tersenyum malu .
Eh, tapi bener, dia dulu kecil. Sekarang sudah menyamai saya. Waktu cepat
berlalu... dia udah kelas 4 SD. Bicaranya lancar dan suaranya renyah.
Kami bertukar kabar dan
saya lebih banyak bertanya. Ia juga bilang kakaknya di Rumah. “Mbak, nanti mampir kan?” tembak dia pada saya
setelah ia mendapat Siomaynya. Saya yang sering spontan itu bilang bahwa akan
mampir kalo gak kelamaan antri. Hmm, saat itu hati
kecil saya bilang untuk barang sebentar menengok sohib kental SMA saya.
Ia pun beranjak pergi. Tak berselang lama saya mendengar nama saya dipanggil.
“Pipit.....” teriak suara itu. Saya hapal sekali lekuk suara itu. Suara sohib
saya yang ah sudahlah panjang sekali... intinya ia yang baik hatinya. “Heiiii,
kosek bariki tak rono (hai tunggu, habis ini aku ke Sana)” begitu teriak saya
padanya. Detik itu saya merasa menjelma menjadi anak SMA.
Saya pun kemudian
berkunjung ke Rumahnya. Keluarganya masih hangat menerima saya. Adek-adeknya
masih mengingat saya bahkan masih memanggil saya dengan sebutan : Tante UUK.
Sohib saya ini namanya Nana.
Kami ngobrol dan
tertawa, seperti dulu waktu masih SMA. Bdw, dia langgeng lo sama kakak kelas
yang sekelas waktu ujian semesteran. Samawa yaaaa na dan mas Agus. Hihihi.....
berawal dari ujian eh mereka bisa sampai sekarang. Selamat!
Saya senang sekali bisa
ngobrol dengan Nana. Ngobrol itu memang salah satu bentuk komunikasi yang
menyenangkan. Dengan catatan, ngobrol dengan bahan, tema dan partner yang cocok.
Luar biasa... berawal dari Siomay...
Emang gak ada sesuatu
yang kebetulan.
Waktu berharga banget
dan Tuhan tahu gak ada persahabatan yang percuma.
Nana....
makasih karena persahabatan itu manis sekali... rasanya lebih enak dari Siomay
goreng tadi. :D
Dia tadi gak ikut makan Siomay, padahal dulu saya sering memaksa dia makan-makan. Makan mie ayam, siomay dan sebagainya. Langising euy Nana n tambah ayu...
*Malah
saya lupa gak foto-foto. Karena kebahagiaan ga selalu direkam dengan gambar :P
0 Response to "Sahabat Yang Manis"
Post a Comment
Maturnuwun kunjungan dan komentarnya :D